Seorang Perias Jenazah
Neira adalah jasad yang aku hidupkan berkali-kali, ia sempat mati dan terkubur dalam pelataran imajinasi, ia sempat ku taruh di rumah duka atau lebih tepatnya ruang kosong yang dipenuhi ketakutan.
Tapi kemudian aku menyadari bahwa, Neira masih ingin hidup. Ia ingin hadir sebagai bulan yang menuntun seseorang lewat goresan pena, ia ingin hadir sebagai luka yang datang dari tuntutan isi kepala yang ingin dikeluarkan begitu saja.
Maka, aku ambil jenazahnya dari peti ilusi. Kubasuh tubuhnya yang kaku dengan puisi tidak jelas yang siapapun tidak akan senang membacanya, kupakaikan gaun berwarna legam bagaikan malam selaras dengan rambutnya yang terjatuh halus.
Kupoles gincu, kutabur bedak pada wajahnya yang tenang namun terlihat gurat kesedihan, kudandani ia sebaik mungkin seperti tokuh utama dalam musikalisasi puisi ataupun pentas seni dongeng-dongeng lama. Memandanginya terbaring dengan begitu indahnya, membuatku menarik kedua sudut bibir.
Inilah jasad yang aku mandikan tiap malam, inilah wujud mayat yang kudandani begitu hati-hati, inilah jenazah rapuh yang mencoba untuk terus bertahan hidup. Inilah, Neira; yang lebih tidak tahu diri dari semua penjahat.
Komentar
Posting Komentar