Dari bawah sana; Suara yang ditinggalkan.
TW: Death Character, mention of blood.
Sebelumnya, saya tidak pernah menyangka atas kepergiaannya, saya kira dia akan tetap bersama saya setelah dia mengarungi samudra tanpa batas, saya kira kami bisa membicarakan tentang adik kami masing-masing di penghujung malam, di pesisir pantai, saya kira begitu.
Namun sepertinya, hari ini perkiraan saya salah.
Hari ini, saya mendengar sebuah kabar tak terduga. Sebuah kabar yang membuat jantung saya merosot jatuh dari tempat seharusnya berdetak, membuat saya lemas seketika, membuat hujan deras turun di kelopak mata saya. Kabar yang tidak akan pernah mau saya dengar, lagi.
‘Portgas D. Ace sudah mati’
Kabarnya begitu. Saya tidak ingin percaya, saya ingin melihatnya, setidaknya untuk terakhir kali ini. Namun saya tidak bisa, saya tidak tahu dia berada di mana saat ini, dan bahkan saya tidak tahu bagaimana caranya dia bisa mati.
Portgas D Ace manusia kuat, dia tidak akan mati, batin saya terus menyangkal.
Lalu saya mendengar kabar kembali saat sedang terjatuh lemas di pekarangan, Ace mati di pertarungan shirohige melawan angkatan laut, begitu kira-kira yang dibicarakan dua orang laki-laki saat mereka melewatiku.
Ahh angkatan laut, ya? Saya selalu membenci mereka. Saya kemudian bangkit, dengan mata merah berair-air, saya berlari, menuju pesisir pantai di senja kala itu.
Saat langit menyiarkan cahaya jingga hangat bercampur dengan semburat merah di ujungnya, lalu cahaya kuning di bawahnya. Saya lari terseok-seok, menjadi tontonan warga Desa Amigasa, beberapa dari mereka bahkan berbisik dan berkata saya adalah orang gila. Persetan! Saya tidak lagi peduli.
Kaki saya berdarah saat menginjak beberapa batu tanpa alas kaki. Perih, sangat perih, saya makin mengeluarkan air mata. Saya tetap berlari sampai pada akhirnya saya berada di sini.
Di pesisir pantai tempat kami bertemu.
Tungkai saya yang melemas jatuh begitu saja di atas pasir, dan saya merunduk, menangisinya terus menerus tanpa henti, menangis hingga suara saya tak terdengar lagi.
“Apa kau tahu restoran enak di sini?” pertanyaan yang kudengar darinya kala itu pertemuan pertama kami menggema di kepala. Badan tingginya, rambut hitamnya, hingga bintik hitam di wajahnya terbentuk jelas di kepala saya saat ini.
Lalu berikutnya, bergeser kembali menjadi sebuah bayangan tentang kami mengobrol bersama di malam hari tak berujung, saat tidak bisa tidur, suaranya membuatku tenang. Dia bercerita tentang adiknya yang bernama Luffy, bercerita tentang dirinya, dan saya selalu senang mendengar suaranya.
Namun kini, tidak ada lagi.
Katanya, “Aku akan kembali padamu!”
Nyatanya, dia tidak pernah kembali, lagi.
Komentar
Posting Komentar