Tersesat

 




      Askara dan Baskara adalah dua manusia yang tersesat.

Bertemu di bawah langit gelap malam dengan satu bulan sabit bersinar cerah dan menjadi petunjuk di langit tanpa bintang. Bertemu tanpa sengaja dalam keadaan tak tahu-menahu soal hari. Bertemu tanpa sengaja di keadaan jatuhnya masing-masing.

"Hm ... Rabu?" tutur Askara dengan suara gemetar, entah karena ia gugup atau takut bertemu dengan si jangkung Baskara yang tiba-tiba saja bertanya perihal hari.

Baskara mendesah pelan. "Tak apa," jawabnya lalu mendekat ke Askara yang sedang memandangi langit di jembatan malam itu.

"Asalmu darimana?" tanya Baskara sok kenal sok dekat.

Askara hanya melirik, merunduk lagi menyembunyikan wajah dibalik anak rambut hitam panjangnya yang terjatuh menutupi wajah putih pucatnya.

"Ah ya, asal saya dari tanah," jawab Baskara berusaha mencairkan suasana walau yang terjadi adalah suasana canggung nan awkward.

"Mengapa tuan kesini?" tanya Askara membuka suaranya.

Baskara menoleh, tersenyum tipis.

"Karena ingin mungkin, ahh sejujurnya saya tersesat karena ingin kabur dari kehidupan ini," jawab Baskara menjelaskan. "Kalau kamu?"

"Kalau saya? Karena kabur dari rumah." Askara merunduk lagi.

Dan Baskara menoleh sepenuhnya pada gadis yang ia yakini tidak kabur dari rumah. Pakaiannya terlalu bersih walau nampak noda debu dan lumpur di beberapa titik. Ia menggenakan sepasang sepatu berwarna hitam dengan hak setinggi ibu jari kaki, blus hitam berbahan jatuh serta celana longgar bahan berwarna hitam juga.

Nampak berkabung, itu hal pertama yang Baskara pikirkan.

Pemuda jangkung yang rapi dengan kemeja berwarna biru serta celana hitam itu melirik kembali ke arah perempuan yang sedang berdiri di sebelahnya.

"Umurmu berapa?" tanya Baskara lagi.

Askara menoleh. "Tidak tahu, tadinya umur saya akan selesai, namun sepertinya saat ini bertambah satu tahun."

Baskara membelalak. Memang benar tadi Askara berusaha untuk melompat dari jembatan, untuk saja  Bagaskara yang kebetulan lewat—dan tersesat—menghentikannya segera.

"Kenapa?"

Askara menoleh. Mengisyaratkan meminta penjelasan lebih tentang kata yang diucap oleh Baskara.

"Kenapa kamu mau lompat?"

Askara tak menjawab. Dan balik bertanya.

"Kenapa juga Anda menghentikan saya?"

Diam. Keduanya terdiam. Entah karena hilang kata atau sama-sama berpikir dan bertanya pada diri mereka sendiri atas tindakan yang mereka lakukan.

"Karena saya bisa mimpi buruk," jawab Baskara kemudian.

"Bahkan Anda saja terlihat seperti tidak tidur semalam penuh," jawab Askara masih bisa melihat kantung mata hitam milik Baskara.

"Itu karena saya sibuk," balas Baskara tersenyum kikuk.

"Yasudah, kalau begitu saya juga sibuk," ucap Askara menolehkan kepala pada hamparan sungai di bawah jembatan yang nampak bercahaya karena sinar bulan.

"Sibuk mengakhiri hidup."

"Ucapanmu boleh juga."

Askara melirik sesaat lalu kembali lagi melihat hamparan sungai. Perempuan itu benar tak peduli pada Baskara yang sekiranya berumur 3 atau 4 tahun lebih tua dari dirinya.

Kembali lagi, hening menyelimuti.

"Kamu akan kemana malam ini?" tanya Baskara memecahkan keheningan disekitar mereka.

"Tidak tahu, mungkin saya akan menyelinap masuk kedalam peti yang berbau kapur barus," jawab Askara.

"Masih ingin mati?"

Askara mengangguk. "Masih," jawabnya yakin.





"Kalau begitu ... apa saya boleh ikut?"








Komentar