Tanpa Nama
Tentang sebuah pagi yang hangat, dan manusia dingin tanpa nama, dan juga cerita yang dititipkan semesta raya
Saya dan dia setiap paginya selalu bertemu, saya sedang berangkat ke sekolah dengan seragam putih abu-abu, dan dia sedang menggeluarkan motor dari dalam rumah lengkap dengan seragam SMK-nya.
Setiap pagi, setiap pukul 6 pagi, kami selalu bertatapan beberapa detik, kemudian melangkah kembali layaknya tidak terjadi apa-apa.
Pagi ini, saya sedang berangkat ke sekolah, sudah rapi sudah wangi seperti biasa. Saya melangkah di gang kecil yang hanya muat satu motor saja, tatapan mata saya tertuju ke depan, lalu bertemu dengan dia yang sedang menggeluarkan motor dari dalam rumahnya yang berjejer dan menempel dengan rumah penduduk yang lain.
Saya menoleh, dia pun menoleh.
Saling tatap tidak sengaja.
Lalu kali ini, dia bertanya pada saya.
"Berangkat, kak?"
Saya diam lalu mengangguk padanya.
"Sudah kelas berapa?" tanyanya lagi.
"Kelas sebelas," jawab saya dengan tenang.
Dia tersenyum tipis. "Ingin saya antar?"
Saya menggeleng menolak ajakan dia. Lalu sebelum kami berpisah, dia menyematkan "hati-hati".
Tapi, saya sama sekali tidak menyadari. Tidak menyadari jika saat itu adalah saat-saat terakhir kami, dan menjadi percakapan untuk pertama dan terakhir yang kami lakukan di pagi hari saat matahari sedang senang menyambut hari.
Esoknya, dan seterusnya, Dia tidak ada. Rumahnya sepi, gelap, dengan jendela yang berdebu. Dia tidak lagi menggeluarkan motor di pagi hari dengan seragam SMK-nya.
Dia sudah pergi, hilang, lenyap entah kemana.
"Hati-hati" yang dia sematkan sebelum berakhirnya percakapan pertama dan terakhir kami mungkin saja punya banyak artian yang ambigu.
Bisa jadi hati-hati agar selalu menjaga diri ketika ingin berangkat kesekolah kala itu, atau hati-hati agar selalu menjaga diri karena sosok manusia dengan seragam SMK tidak muncul lagi.
Komentar
Posting Komentar